Senin, 24 Januari 2011

Antioksidan Alami di Sekitar Kita

Istilah antioksidan mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, walaupun untuk orang awam sekalipun. Untuk anda yang sering menonton iklan di televisi (TV) ataupun membaca koran/surat kabar tentu pernah melihat iklan komersial dari produk makanan atau minuman sampai dengan kosmetik yang di beri embel-embel mengandung antioksidan, sebut saja salah satu produk teh yang mengklaim produknya kaya akan polifenol sebagai antioksidan, begitupun dengan produk kosmetik, yang dilabeli mengandung antioksidan yang dapat mencegah kerusakan kulit dan mencegah penuaan dini.
Secara komersial dan ilmiah, hal tersebut sah-sah saja. Karena memang antioksidan telah diketahui memberikan pengaruh positif bagi kesehatan manusia. Terutama karena kemampuannya dalam menetralisir dampak negatif dari radikal bebas. Untuk anda yang belum tahu radikal bebas, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang radikal bebas karena antioksidan selalu berhubungan dengan radikal bebas.
Radikal Bebas
Radikal bebas didefinisikan sebagai atom/molekul/senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Karena secara kimia, molekulnya tidak berpasangan, radikal bebas cenderung untuk bereaksi dengan molekul sel tubuh. Kemudian menimbulkan senyawa tidak normal (radikal bebas baru yang lebih reaktif) dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel penting. Beberapa komponen tubuh yang rentan terhadap serangan radikal bebas antara lain; kerusakan DNA, membran sel, protein, lipid peroksida, proses penuaan dan autoimun manusia. Dalam bidang medis, diketahui bahwa radikal bebas merupakan biang keladi berbagai keadaan patologis seperti penyakit liver, jantung koroner, kanker, diabetes, katarak, penyakit hati, dan berbagai proses penuaan dini.
Radikal bebas di atas terdapat dalam tubuh dengan berbagai cara, tetapi secara umum timbul akibat berbagai proses biokimiawi dalam tubuh, berupa hasil samping dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada waktu bernafas, metabolisme sel, olahraga yang berlebihan, peradangan, atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan, asap rokok, bahan pencemar dan radiasi matahari.

Antioksidan
Berdasarkan paparan di atas, berarti tubuh kita sangat rentan terhadap serangan radikal bebas terutama dari radikal bebas alami dalam tubuh dan polusi lingkungan. Tetapi mengapa tidak semua dari kita mendapatkan penyakit yang membahayakan tubuh?
Hal ini karena terdapat zat penetral radikal bebas dalam tubuh kita atau yang disebut antioksidan. Antioksidan ini akan menghentikan reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh bergantung pada jenis antioksidannya. Antioksidan primer akan bekerja mencegah pembentukan radikal bebas baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang kurang mempunyai dampak negatif. Contoh antioksidan primer adalah Superoksida Dismustase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan protein pengikat logam. Yang kedua adalah antioksidan skunder yang bekerja dengan cara mengkhelat logam yang bertindak sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya: Vitamin E, Vitamin C, b karoten. Dan terakhir antioksidan tersier yang bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contohnya enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfosida reduktase.
Itulah mengapa tubuh kita sampai sekarang masih sehat walaupun sangat rentan terhadap serangan radikal bebas di tiap detiknya. Dan yang harus terus diperhatikan adalah pasokan antioksidan dalam tubuh harus tersedia dalam jumlah cukup. Untuk itu suplemen antioksidan dari luar sangatlah diperlukan untuk mencegah pengaruh buruk dari radikal bebas.
Tetapi anda tidak usah terlalu khawatir, suplemen antioksidan luar yang dimaksud disini tidak selulu berarti suplemen sintetis atau suplemen hasil produk manusia yang di jual di pasaran seperti butylated hydroxyanisole, suplemen vitamin, mineral, food suplemen ataupun polifenol yang banyak terdapat dalam produk minuman. karena pada dasarnya secara sadar atau tidak sadar, setiap hari anda telah mengkonsumsi antioksidan. Berbagai antioksidan telah terdapat secara alamiah terutama dalam sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, dan sedikit dalam produk hewani.
Antioksidan Alami

Berikut adalah beberapa tanaman yang potensial mengandung antioksidan alami dan berada di sekitar kita:


Tanaman
Jenis yang Berkhasiat Antioksidan
Sayur-sayuran
Brokoli, Kubis, Lobak, Wortel, Tomat, Bayam, Cabe, Buncis, Pare, Leunca, Jagung, Kangkung, Takokak, Mentimun
Buah-buahan
Anggur, Alpukat, Jeruk, Kiwi, Semangka, Markisa, Apel, Belimbing, Pepaya, Kelapa
Rempah
Jahe, Temulawak, Kunyit, Lengkuas, Temumangga, Temuputih, Kencur, Kapulaga, Bangle, Temugiring, Lada, Cengkeh, Pala, Asam Jawa, Asam Kandis
Tanaman lain
Teh, Ubi Jalar, Kedelai, Kentang, Keluwak, Labu Kuning, Pete Cina

Sumber: Hernani dan Mono Rahardjo (2006)
Dari tabel di atas diketahui bahwa banyak sekali tumbuhan yang kita konsumsi tiap harinya mengandung antioksidan. Senyawa antioksidan tersebut tersebar pada berbagai bagian tumbuhan seperti akar, batang, kulit, ranting, daun, bunga, buah, dan biji. Antioksidan alami ini berfungsi sebagai reduktor, penekan oksigen singlet, pemerangkap radikal bebas, dan sebagai pengkhelat logam. Secara kimiawi antioksidan alami yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan ini terutama berasal dari golongan senyawa turunan fenol seperti flavonoid, turunan senyawa asam hidroksiamat, kumarin, tokoferol dan asam organik.
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman di atas diperkirakan mempunyai kekuatan sedang sampai tinggi. Beberapa ekstrak tanaman yang telah diketahui mempunyai aktivitas antioksidan tinggi antara lain dari golongan rempah-rempah seperti ekstrak cengkeh, jahe, kunyit, temulawak, kayu manis, dan pala. Kemudian ekstrak bunga rosmarinus offcinalis, ekstrak cabe, daun teh, daun dewa, buah merah diketahui juga mempunyai aktivitas antioksidan tinggi. Khusus untuk rempah-rempah, aktivitas antioksidan rempah-rempah kering umumnya lebih aktif daripada rempah-rempah segar.
Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) juga berhasil menemukan senyawa antioksidan alami dalam sebelas macam sayuran. Kesebelas sayuran tersebut antara lain:  kenikir (Cosmos caudatus), beluntas (Pluchea indica), mangkokan (Nothopanax scutellarium), kecombrang (Nicolaia speciosa Horan), kemangi (Ocimum sanctum), katuk (Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias pinnata), antaman (Centella asiatica), poh-pohan (Pilea trinervia), daun gingseng (Talinum paniculatum), dan krokot (Portulaca oleracea). Senyawa antioksidan alami  berupa  senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina), atau karotenoid seperti asam askorbat.
Peneliti tersebut antara lain:  Dr. Nuri Andarwulan, Ratna Batari, Diny Agustini Sandrasari dan Prof. Hanny Wijaya.  Hasil penelitian menunjukkan nilai total flavonoid sayur-sayuran indigenous sangat bervariasi. “Seluruh sampel sayuran indegenous mengandung  komponen quercetin,” kata Peneliti Sout East Asian Food and Agriculture Science Technology (SEAFAST) IPB, Dr. Nuri Andarwulan dalam acara Half Day Seminar on Natural Antioxidants: Chemistry, Biochemistry and Technology  Selasa (16/9) di Ruang Mawar Kampus IPB Baranangsiang.
Sayuran indegenous yang mempunyai flavonoid tertinggi berturut-turut ialah katuk (831,70 miligram per 100 gram), kenikir (420,85 miligram per 100 gram) dan kedondong cina (358,17 miligram per 100 gram). Sedangkan krokot mempunyai total flavonoid terkecil yaitu 4,05 miligram per 100 gram. Komponen flavonoid pada daun katuk yang paling dominan adalah kaempferol sebesar 805,48 miligram per 100 gram. Meskipun daun katuk merupakan sayuran dengan nilai total flavonoid tertinggi dibandingkan sayuran indigenous lainnya, kandungan total fenol tertingi justru dimiliki kenikir (1225,88 miligram per 100 gram), diikuti beluntas 1030,03 miligram per 100 gram dan mangkokan 669,30 miligram per 100 gram.
Peneliti Tufts University Boston Amerika Serikat, Bradley Bolling, PD mengatakan antoksidan  mengurangi akumulasi produk radikal bebas,  menetralisir racun, mencegah inflamasi dan  melindungi penyakit genetik. “Masalah yang sering dijumpai dalam penelitian antioksidan yaitu referensi biasanya kapasitas oksidasi sebagai mekanisme aksi para botani,  sangat banyak produk para botani, kekurangvalidan ukuran kapasitas antioksidan pada  klinik, kelemahan standar penggunaan ukuran kapasitas antioksidan dan kelemahan data nilai antioksidan pada para botani.”
Strategi untuk memecahkan masalah ini antara lain: data  aktivitas antioksidan dengan memperbandingkan produk para botani, mengikuti  pemeringkatan pemasukan data dan membandingkan antara produk individu dan kelas sebagai pembanding dengan literatur yang ada, menyediakan ukuran langsung kapasitas antioksidan dan asses tidak langsung potensi bioaktivitas, dan mengindentifikasi bagaimana  dampak metabolisne  bioaksi antioksidan.

Dari :
Oleh Ardiyansah (F24090051)

FLAVOR ENHANCER : MSG


Cita rasa memang penting ketika bicara soal makanan. Makan bukan hanya pengalaman mengunyah dan menelan gizi serta nutrisi, tapi juga merupakan pengalaman untuk merasakan cita rasa. Selama ini MSG dengan rasa gurihnya itu populer untuk menambah cita rasa. Rasa gurih itu sendiri sudah lama diakui di dunia sebagai cita rasa kelima, selain manis, asin, pahit, dan asam. Penemunya adalah Dr Kikunae Ikeda dari Tokyo Imperial University pada 1908. 

Penguat rasa tersebut sebenarnya tidak mempunyai rasa sama sekali, namun apabila ia digabungkan dengan rasa yang lain, maka ia akan memperkuat rasa tersebut. Bagaimana penguat rasa tersebut bekerja demikian sehingga dapat mempengaruhi indera pengecap atau lidah kita, sampai saat ini belum ada ilmuan yang dapat menjawabnya dengan pasti.

Ikeda menemukan rasa gurih dari komponen cita rasa khas dashi atau sup tradisional Jepang yang terbuat dari kombu atau kelp. Ikeda menyebutnya sebagai rasa umami. Komponen utama rasa umami ini berdasarkan penelitian Ikeda adalah glutamate. Komersialisasi glutamate atau MSG dimulai pada 1909. Sebagai penggugah rasa gurih, glutamate sudah menjadi kesepakatan internasional. 

Tapi tanpa disadari, negara-negara lain juga melakukannya. Di Cina, mereka menggunakan kubis dan leek, sedangkan di Barat, mereka menggunakan bawang putih, wortel, seledri, serta daging ayam atau ikan. 

Setelah diteliti lebih lanjut, ternyata lima rasa dasar itu di lidah manusia menunjukkan arti penting dalam hal nutrisi dan psikologi manusia. Manis menunjukkan nutrisi tertentu sebagai sumber energi. Rasa asam menunjukkan cita rasa buah yang belum matang atau makanan yang sudah basi. Asin menunjukkan nutrisi yang mengandung elektrolit atau mineral, dan pahit sebagai racun. Umami atau yang kita kenal sebagai rasa gurih menunjukkan protein. 

Dalam bahan pangan, diketahui ada glutamate bebas atau glutamate alami atau glutamate tambahan. Misalnya susu sapi segar mengandung glutamate terikat 819 plus glutamate bebas 2. Pada air susu ibu (ASI), angkanya lebih besar lagi, glutamate terikat 229 dan glutamate bebas 22.
Sodium sebagai salah satu pembentuk MSG berguna sebagai pengaturan asam basa dalam tubuh bersama dengan potasium, mendukung kerja kontraksi otot, pengendalian air dan tekanan darah, sistem saraf, serta penyerapan gula. Tapi perlu diingat, penggunaan garam atau sodium tidak boleh berlebihan karena berisiko memicu hipertensi. 

MSG dalam jumlah wajar juga punya potensi manfaat. MSG sebagai penguat rasa dalam penelitian oleh Yamaguchi di Jepang pada 1984 bisa mengurangi penggunaan NaCl atau garam karena memberikan kepuasan yang lebih tinggi. Dalam penelitian terbukti bahwa penggunaan MSG bisa memberikan rasa optimum dengan mengurangi kadar gula hingga 50 persen. 

Otak dan otot adalah organ yang paling membutuhkan glutamate. Dalam penelitian Brian S. Meldrum dari Inggris, yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition pada 2000, disebutkan bahwa glutamate banyak ditemukan dalam otak manusia dan makanan. Glutamate merangsang pengeluaran atau ekskresi cairan ludah serta lambung, sehingga pencernaan makanan lebih cepat dan sempurna. Terutama untuk mencerna protein. 

Untuk aspek keamanan MSG, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat sejak 1958 telah mengkategorikan MSG sebagai GRAS atau Generally Recognize As Safe. Di Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 1988 menyebutkan MSG adalah bahan tambahan pangan penguat rasa yang diizinkan dengan batas maksimum penggunaan "secukupnya" (sewajarnya) sesuai dengan tujuan penggunaannya. 

Stella Denissa - F24090063


Lebih Jauh Tentang Pemanis Buatan

Pemanis sintetis memiliki rasa lebih manis dibandingkan gula alami.
Iyan Anriansyah / F24090050
Timbunan lemak di tubuh bisa memicu timbulnya penyakit. Demikian pula dengan kebiasaan mengonsumsi gula, terutama pemanis buatan. 

Konsumsi gula secara berlebihan mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan dengan munculnya gangguan seperti obesitas, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung. 

Jumlah asupan maksimum gula yang diperkenankan untuk pria sebesar 100 kalori (enam sendok teh) per hari dan wanita sekitar 150 kalori (sembilan sendok teh) per hari. Orang dengan aktivitas tinggi membutuhkan asupan lebih tinggi, sementara semakin tua, kebutuhan gula semakin rendah.


Sementara Departemen Kesehatan menganjurkan pembatasan konsumsi gula sampai 5 persen dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3-4 sendok makan setiap hari.


Banyak pula memilih mengonsumsi pemanis buatan ketimbang gula alami. Di samping lebih murah, gula buatan dianggap mengandung kalori lebih rendah ketimbang dengan gula alami. Padahal mengonsumsi gula buatan juga berisiko memperburuk kesehatan


Menurut Ahli Gizi dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr Lanny Lestiani, yang ditemui dalam acara Press Briefing Nutrifood 'Pengenalan Beragam Pemanis Buatan' mengatakan, pemanis buatan merupakan zat kimia yang menawarkan rasa manis. 


Produk-produk yang dibuat dengan pemanis buatan mengandung kalori yang lebih rendah dibandingkan produk yang dibuat dengan gula. Sebab, pemanis sintetis memiliki rasa lebih manis dibandingkan gula alami sehingga pemakaiannya lebih sedikit. 


“Karena itu, pemanis buatan seringkali digunakan sebagai bagian dari diet untuk menurunkan atau mengontrol berat badan,” katanya saat ditemui di Penang Bistro, Pakubuwono, Jakarta Selatan, Kamis 8 April 2010.


Berikut beberapa jenis pemanis buatan yang beredar di pasar Indonesia. 


Aspartame
Acceptable daily intake/ ADI: 50 miligram (mg) per kilogram berat badan. Jenis pemanis tidak aman digunakan untuk masakan.


Saccharin
ADI: 5 mg per kilogram berat badan. Jenis pemanis ini bisa digunakan untuk masakan.


Acesulfame K
ADI: 15 mg per kilogram berat badan. Aman digunakan untuk masakan.


Sucralose
ADI: 5 mg per kilogram berat badan. Aman digunakan untuk masakan.


"Ada lagi jenis pemanis buatan lainnya seperti Alitan, Eritritol, Isomalt, Laktitol, Malititol, Manitol, Siklamat, Silitol, dan Sortitol," katanya. 


Sebelum Anda mengonsumsi pemanis buatan untuk kebutuhan diet, sebaiknya melakukan konsultasi dengan dokter gizi Anda. Sebab, konsumsi pemanis kimia itu memiliki efek berbeda bagi setiap orang.

EMULSIFIER sebagai Bahan Tambahan Makanan

EMULSIFIER
(Oleh Cici Mesiana-F24090125)

Emulsifier biasa disebut juga dengan zat pengemulsi, merupakan zat yang membantu menjaga kestabilan emulsi minyak dan air dan merupakan senyawa organik yang memiliki gugus polar maupun gugus nonpolar.  Gugus polar pada emulsifier digunakan untuk mengikat air yang terkandung pada bahan, sedangkan gugus nonpolar digunakan untuk mengikat minyak.

Pada pembuatan cake atau bolu, biasanya sering ditemukan permasalahan, mulai dari kue yang bantat, adonan tidak mengembang, atau tekstur kue yang tidak lembut. Bagi para pembuat kue, untuk menghasilkan kue yang hasilnya memuaskan, dapat digunakan suatu bahan tambahan makanan sejenis emulsifier. Emulsifier ini biasanya ada di dalam ragi atau cake emulsifier yang memang sengaja ditambahkan pada makanan.

Bahan yang ada di dalam ragi biasanya terdapat bahan makanan yeast yang diperlukan pada waktu perbanyakan yeast dan bahan lain yang sengaja ditambahkan untuk meningkatkan stabilitas makanan selama penyimpanan supaya tidak menggumpal. Bahan tersebut merupakan emulsifier. Adanya emulsifier yang dapat mengikat dua gugus senyawa ini membuat kue dapat mengembang dengan baik. Emulsifier tersebut dapat mengikat udara dalam adonan, sehingga tekstur kue jadi halus lembut.

Cake emulsifier merupakan suatu bahan yang digunakan untuk menstabilkan dan melembutkan adonan cake, kadang juga digunakan pula untuk menghemat penggunaan telur. Di pasaran biasanya cake emulsifier ini dicampur dengan lemak padat, bisa lemak hewani atau lemak nabati yang dibuat dengan proses hidrogenasi. Cake emulsifier kebanyakan dikenal dengan nama-nama dagang seperti Ovalet, SP, Spontan 88, TBM, dan masih banyak lagi.

Minggu, 23 Januari 2011

Chitosan - Bahan Pengawet Pangan Alami

(Oleh: Ajie Pambudi - F24090059)

Chitosan adalah polisakarida linier yang merupakn produk turunan dari kitin, yaitu hasil sampingan dari limbah kulit kepiting, udang dan sejenisnya.Chitosan tersusun atas beta-(1-4)-terikat pada D-glukosamin (bagian deasitelisasi) dan N-acetyl-D-glucosamin (bagian asitelisasi).

Chitosan dihasilkan dari kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya dan menyisakan gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik. Umumnya chitosan larut dalam pelarut asam organik seperti asam asetat, serta memiliki kemampuanmengikat lipid.

Seiiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, aplikasi chitosan dalam bidang industri semaikn berkembang. Misalnya dalam industri pangan, chitosan dapat digunakan sebagia penstabil warna serta pengwet alami yang tidak bersifat toksik pada tubuh. Dalam aplikasinya, chitosan dapat dijadikan alternatif penggunaan formalin yang membahayakan konsumen.

Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat yang dimiliki yaitu dapat menghamabat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Hipotesa yang berkembang hingga saat ini mengenai mekaisme kerja chitosan sebagai pengawet ialah chitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA Mikroba sehingga dapat berkaitan dengan DNA yang kemudian menggangu mRNA dan sintesa protein.


disadur dari majalah EMULSI edisi 10/Tahun 03/Januari-Februari 2010 dan
Skripisi Novita Juwita Sari (FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta) yang berjudul 'Pemberian Chitosan Sebagai Bahan Pengawet Alami dan Pengaruhnya Terhadap Kandungan Protein dan Organoleptik Bakso Udang'

Zat Pengasam (Acidulan)

Ananditya Nugraha / F24090113

Asam dan garamnya memiliki banyak fungsi dalam produk pangan. Beberapa fungsi utamanya adalah
1) berkontribusi terhadap rasa dan flavor, 2) menurunkan pH untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroba, 3) mempertahankan nilai pH dengan bertindak sebagai buffering agent, 4) mengkelat ion logam untuk meminimalkan oksidasi lemak, mengurangi perubahan warna, serta menjaga tekstur buah dan sayur, 5) mendukung perubahan struktur pangan, misalnya pembentukan gel oleh gum dan protein, 6) berinteraksi dengan protein dan emulsifier untuk memodifikasi struktur pangan seperti pada adonan, dan 7) memodifikasi kristalisasi proses pengolahan hard candy.

Dalam memilih acidulant (pengasam), banyak faktor yang perlu diperhatikan, di antaranya adalah flavor, keasaman, kemampuannya mengkelat logam, aktivitas anti mikroba, kelarutan, sifat higroskopis, dan biaya. Sifat dari acidulant tersebut perlu disesuaikan dengan jenis produk yang akan menggunakannya. Industri minuman adalah salah satu pengguna acidulant tertinggi. Biasanya mereka menggunakan asam sitrat dan asam malat.
Asam sitrat memiliki peranan yang sangat penting, bagi minuman berkarbonasi dan non karbonasi, olahraga, bubuk, buah, hingga beralkohol. Asam sitrat bersama garam sodium dan potasiumnya memberikan karakter flavor, mengontrol pH, memperpanjang umur simpan, mengkelat ion logam yang tidak diinginkan, dan mengontrol perubahan sukrosa menjadi glukosa. Asam sitrat banyak digunakan di industri minuman, hal ini dikarenakan rasanya yang menyenangkan dan adanya efek thirst quenching yang dimiliki buah sitrus (jeruk). Asam sitrat dan garamnya juga akan memiliki karakter flavor-blending yang baik, baik dengan flavor alami maupun sintetik, pada minuman yang tidak berbasis sitrus.
Penambahan acidulant seperti asam sitrat dan malat akan menurunkan pH minuman, sehingga akan menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu, kondisi asam tersebut juga akan meningkatkan keefektifan kinerja pengawet seperti benzoat.
Fungsi lain dari acidulant adalah sebagai buffer agent. Misalnya sodium sitrat dan asam sitrat, kombinasi keduanya akan membentuk sistem buffer yang dapat digunakan untuk mengontrol rasa getir dan pahit. Sifat ini memungkinkan formulasi minuman dengan keasaman tinggi, tanpa timbul rasa asam pada produk akhirnya. Sehingga flavornya tetap dipertahankan dengan baik.
Selain asam sitrat, asam malat juga banyak digunakan industri minuman. Karakter yang sering diharapkan dalam penggunaan asam malat adalah kemampuannya untuk menunda ”onset of sourness” (permulaan rasa asam). Hal ini dapat menambah flavor pemanis buatan pada produk. Profil flavor asam malat –apel dan bery- berkomplemen dengan asam sitrat.
Asam sitrat atau asam malat bisa dgunakan untuk mengontrol pH pada anggur dan menstabilkannya dari pembentukan cloud atau haze (kabut). Sehingga tidak aneh jika keduanya banyak ditambahkan pada wine atau ready to drink cocktail. Apalagi jika mampu berkombinasi dengan flavor fruity atau light. Biasanya, BTP (Bahan Tambahan Pangan) tersebut ditambahkan sebelum atau selama proses fermentasi.
Untuk minuman yang berbentuk serbuk, diperlukan acidulant yang memiliki higroskopisitas rendah. Hal ini bertujuan agar industri dapat mengurangi biaya pengemasan. Acidulant yang bisa digunakan adalah asam fumarat. Penambahan komponen ini juga bisa memberikan pengaruh timbulnya astringent pada produk minuman.
Selain minuman
Asam sitrat telah digunakan secara luas dalam produk pangan. BTP ini digunakan untuk mencegah pemudaran warna pada sayur dan buah dengan mengikat trace element yang tidak dikehendaki. Asam sitrat juga mengurangi waktu dan suhu yang dibutuhkan dalam proses pengawetan dengan panas. Pada industri berbasis susu, asam sitrat digunakan sebagai acidifying agent dan flavor modifier dalam produksi cultured milk, mentega, dan keju natural. Salah satu cara efektif untuk mengatur karakter emulsifikasi pada processed cheese adalah juga dengan menggunakan garam sitrat untuk mengontrol jumlah kalsium. Tujuannya adalah, agar keju dapat dengan mudah melting dan relatif cepat dalam fase tunggal, tanpa pemisahan lemak. Sedangkan pada susu UHT, sodium sitrat bisa digunakan untuk membantu pencegahan kasein mengendap.
Untuk permen dan produk berflavor buah, sering digunakan asam malat, baik digunakan single atau dikombinasikan dengan acidulant yang lain. Penambahannya bisa memperpanjang sensasi flavor tanpa menutupi rasa alami buah. Selain itu, juga dapat mempertegas rasa manis dari pemanis yang digunakan.

Asam fumarat dengan sifat khasnya, sering ditambahkan pada flavor ingredient untuk menghasilkan rasa/aroma yang stabil dan tahan lama. Sedangkan, pada produsen biskuit, asam fumarat ditambahkan untuk mencegah kristalisasi fosfat dan meningkatkan volume adonan.